Selasa, 26 April 2016

Keadilan Sosial dan Pemerataan Ekonomi

Indonesia yang kita lahir didalamnya, memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Tanah, gunung air dan lautan menyimpan begitu banyak ragam kekayaan. Tanah yang kita injak begitu subur, hutan yang menyimpan beragam flora dan fauna, lautan yg tidak hanya menyimpan cadangan ikan tapi juga gas alam di dalamnya. Rasa-rasanya tak perlu saya tulis satu persatu kekayaan alam indonesia ini. Banyak. Banyak sekali.

Hanya saja, kekayaan alam ini seakan menjadi petaka. Betapa tidak, dari sejak zaman penjajahan Belanda hingga Jepang datang, motif mereka menguasai negeri ini tidak lain ialah motif menguasai kekayaan alamnya.

Dalam konteks kekinian, ketika Indonesia sudah menyatakan kemerdekaanya, bentuk penjajahan itu kini tidak lagi berbentuk model penjajahan kolonialisme, akan tetapi berubah menjadi penjajahan model baru dengan mengatasnamakan korporasi internasional.

Padahal pasal 33 UUD 1945 mengatakan secara jelas bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Pasal ini seyogyanya menjadi tujuan kita dalam berbangsa dan bernegara, terutama dalam aspek keadilan sosial dan pemerataan ekonomi. Hanya saja rasa rasanya masih jauh dari harapan.

Pemerintahan sudah silih berganti, entah sudah berapa banyak kabinet dibentuk, hanya saja, sayangnya amanah UUD 1945 tersebut masih belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan baik. Rasa rasanya seperti sulit sekali menerapkan Pasal 33 UUD 1945 tersebut, padahal pada pasal tersebut jelas sekali, bahwa Indonesia memiliki kedaulatan yang penuh terhadap kekayaan sumber daya alamnya.

Dari permasalahan diatas, setidaknya terdapat solusi yang bisa dilakukan, yaitu dengan menerapkan konsep Keadilan Sosial. Keadilan sosial seperti yang termaktub dalam sila ke lima Pancasila, yang berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

Tentu saja, keadilan yang seperti apakah yang diinginkan para pendiri bangsa hingga merumuskan sila ke lima pancasila ini. Sosial yang dimaksudkan disini bukanlah berarti Indonesia memilih faham Sosialisme, tetapi sosial disini berarti rakyat banyak. Keadilan Sosial disini berarti suatu hirarki, bahwa keadilan untuk rakyat banyak adalah lebih penting dibandingkan dengan keadilan untuk kelompok tertentu, apalagi individu tertentu.

Keadilan sosial yang juga harus dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, seluruh usia, tidak mengenal etnis dan suku bangsa bahkan agama, dari bayi yang baru lahir hingga yang sudah tua renta, harus dapat menikmati keadilan sosial dan kesejahteraan ekonomi dari hasil hasil bumi ibu pertiwi.

Tidak boleh lagi ada anak anak balita kita yang kekurangan gizi, janda janda tua yang tidak tersantuni. Warga tak mampu yang tidak mendapatkan perhatian negara. Tidak boleh lagi ada sekolah sekolah yang rusak di pedalaman, kondisi fisik sekolah, haruslah sama antara sekolah yang di pedalaman dengan sekolah di perkotaan. Tidak boleh lagi ada, infrastruktur yang hanya terpusat di Jawa, sedang di kawasan Indonesia bagian timur, masih jauh tertinggal.

Setiap centimeter tanah pertiwi ini harus dikuasai oleh negara, di kelola oleh negara dan hasilnya di distribusikan dengan adil ke seluruh penjuru nusantara, ke seluruh rakyat Indonesia. Setiap warga berhak untuk menikmati hasil kekayaan negeri ini. Setiap warga negara berhak untuk mendapat keadilan sosial dan ekonomi dengan baik.

Sekali lagi tidak boleh lagi ada korporasi asing yang menjajah negeri ini dengan alasan kontrak kerjasama, tidak boleh lagi ada, kasus negara kalah oleh para mafia yang dibekingi asing, dan tidak boleh lagi ada, warga pribumi terkalahkan dan atau kalah saing dengan orang asing. Tidak boleh lagi ada, pribumi menjadi pembantu di negerinya sendiri, sedang asing menjadi tuannya.

Dari uraian diatas, setidaknya terdapat dua solusi yang dapat dilakukan pemerintah saat ini, yaitu:

Pertama, Nasionalisasi Perusahaan Asing yang beroperasi di Indonesia. Dengan menasionalisasi perusahaan, Indonesia dapat berdaulat di tanah nya sendiri. Dan pastinya, hasil hasil bumi Indonesia dapat seluruhnya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

Apabila nasionalisasi tidak bisa dilakukan karena satu dan lain hal, maka jalan keluar selanjutnya ialah dengan TIDAK memperpanjang Kontrak Karya seluruh perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.

Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita menunjukkan bahwa, pendapatan APBN Perubahan tahun 2015 adalah sebesar Rp. 1.984 triliun, dengan sumber pendapatan dari sektor minyak dan gas sebesar Rp. 139,3 triliun, artinya rasio pendapatan dari sektor minyak dan gas kita "hanya" menyumbang sebesar 7,02% terhadap APBN kita.

Demikian juga dengan APBN 2016, pendapatan APBN 2016 sebesar Rp. 1.822,5 triliun, dengan sumber pendapatan dari sektor minyak dan gas sebesar Rp. 124,8 triliun, atau rasio terhadap APBN sebesar 6,8%, turun 0.22%.

Kalau kita bisa menasionalisasi dan atau menghentikan kontrak karya pertambangan di seluruh wilayah Indonesia, saya meyakini, pendapatan negara dari sektor minyak dan gas akan meningkat. Tidak nyanya mampu menyumbang 6 sampai 8 persen pertahun, akan tetapi bisa mencapai 40 sampai 50 persen pendapatan dalam APBN.

Dengan meningkatnya pendapatan di sektor minyak dan gas maka program program pemerintah khususnya dalam sektor pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat akan semakin leluasa. Dan yang tidak kalah penting, APBN kita tidak akan mengalami defisit anggaran

Kedua, hal yang tidak kalah penting yaitu dalam hal pendistribusian kekayaan dan hasil hasil kekayaan negara secara adil dan memenuhi rasa keadilan.

Dengan besarnya postur APBN dan digunakan langsung untuk kesejahteraan rakyat, tepat sasaran, tepat program dan pendistribusiannya, saya meyakini, gerak perekonomian dan daya beli masyarakat akan kembali bergairah, perputaran uang kembali terjadi di desa dan kota secara baik. Yang pada akhirnya akan mendorong perekonomian Indonesia tumbuh dengan baik.

Wallahu a'lam

Sumber data APBN: kemenkeu.go.id

Jumat, 01 April 2016

Hari Jadi Kota Sukabumi ke 102

Bismillah. Alhamdulillah hari ini kota sukabumi memasuki hari jadi nya yang ke 102, untuk tahun ini, tema yang di ambil adalah; Dengan Peringatan 102 Tahun Kota Sukabumi, Kita Tingkatkan Sinergitas Dalam Percepatan Pembangunan Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Rahmatan Lil'Alamin.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online/daring (dalam jaringan). Kata "Pembangunan" memiliki makna; cara, proses, perbuatan membangun. Tentu dalam konteks di atas, pembangunan dilakukan oleh pemerintahan kota Sukabumi maupun pemangku kepentingan beserta warga kota pada umumnya.

Hanya saja yang menjadi pertanyaan berikutnya ialah, pembangunan apa yang akan dilaksanakan, lebih tepatnya; fokus pada pembangunan apakah pemerintah kota pada tahun 2016 ini.

Setidaknya ada dua pembangunan yang urgent untuk dilakukan pemerintah kota, pertama pembangunan ekonomi (baca; penguatan ekonomi warga) dan kedua pembangunan manusia seutuhnya (baca; warga kota)

Masih menurut KBBI versi online, pembangunan ekonomi diartikan sebagai pembangunan dalam bidang ekonomi. Dalam konteks kehidupan kota, pembangunan ekonomi dapat diartikan terpenuhinya kebutuhan primer warga kota, sehingga tercipta kehidupan warga yang terpenuhi kebutuhan primernya, melalui tersedianya lapangan pekerjaan, terjangkaunya harga komoditas makanan pokok, dan pada akhirnya, angka pengangguran warga kota menurun.

Dalam konteks pembangunan ekonomi warga kota ini, penulis berharap dan sumbang saran, pemerintah kota dapat mengkampanyekan gerakan Satu Kelurahan Satu Baitul Maal wa Tamwil (BMT), dengan adanya BMT di setiap kelurahan, warga diharapakan dapat pro aktif memanfaatkan BMT sebagai lembaga keuangan untuk membantu keuangan keluarga melalui program program pemberdayaan BMT.

Saya yakin dan percaya, dengan dukungan pemerintah kota, maka pendirian satu BMT di setiap kelurahan dapat terwujud, serta keberadaan BMT dapat membantu warga dalam bidang ekonomi, dan yang paling utama adalah karena BMT merupakan lembaga keuangan yang insya Allah bebas riba.

Pembangunan berikutnya ialah pembangunan warga kota seutuhnya. Pembangunan manusia yang berahlak terpuji, memiliki kepribadian yang baik, budaya yang luhur, serta penganut agama yang taat. Ini adalah pekerjaan rumah terbesar pemerintah kota menurut saya. Pembangunan sarana dan prasarana penting, akan tetapi pembangunan manusia jauh lebih penting.

Tentu saja, cara yang paling efektif untuk membangun manusia yang utuh dan berkepribadian ialah melalui pendekatan agama. Banyak program kota yang dapat dilaksanakan seperti; mengkampanyekan wajib maghrib mengaji, pembatasan jam operasional warung internet (warnet) di jam malam, menghentikan kegiatan transaksi di pasar dan toko ritel pada saat memasuki waktu sholat, mengeluarkan surat edaran kepada seluruh PNS di lingkungan Pemerintah Kota untuk sholat berjamaah di awal waktu dan menghentikan segala aktifitas di saat sholat berjamaah, serta program program keagamaan lainnya yang insya Allah sebetulnya pemerintah kota saya yakini sudah punya program unggulan.

Akhir kata, semoga dengan hari jadi nya kota Sukabumi yang ke 102 di tahun ini, membawa kebaikan untuk warga, serta pembangunan dapat dirasakan secara nyata oleh warga dan tidak hanya sebatas slogan semata.

Untuk bapak walikota dan wakil walikota, selamat menjalankan amanah, membangun kota dengan hati, semoga Allah subhanahu wata'ala senantiasa melindungi dan menolong saya dan kita semua dalam menjalankan amanah yang di emban, untuk mewujudkan kota sukabumi yang reureug pageuh repeh rapih.

1 April 2016,

Rizal setiawan

Warga